Sabtu, 12 November 2011

KAIRO ATAU ALI




Seperti biasa, setiap harinya diawali dengan membasuh dirinya dengan air wudhu. Izza, siswi kelas 3 sebuah Madrasah Aliyah Negeri di kota Bandung ini memang sudah terbiasa bangun 1/3 malam untuk bermesraan bersama Rabbnya lewat sujudnya. Tidak ketinggalan dia selalu menyenandungkan firman-firman Allah hingga sang surya mulai menampakkan dirinya.
Jarak antara kos dengan sekolahnya tidak terlalu jauh, dapat dijangkau dengan hanya berjalan kaki. Senyum manisnya tak luntur sepanjang perjalanan dari kos sampai sekolahnya. Sesampainya di sekolah, baru ada 1, 2 orang temannya. Izza menempati bangkunya sambil mengeluarkan handphone dari dalam tasnya. Sambil menunggu bel masuk, Izza membuka facebook dan meng-update statusnya.
“Bismillaah, semangat belajar akhi wal ukhti”
Tak lama kemudian, ada facebooker yang ingin menjadi temannya, ”Muhammad Al Habsyi, siapa yaa ?”. Tanpa pikir panjang, Izza menerima pertemanan. Ikhwan itu pun mengomentari status Izza.
“Hamazzah ukhti, salam ukhuwah”
Dag. . .dig. . .dug. . . Hati Izza jadi tak karuan, apa maksud ikhwan ini ??
“Astaghfirullaah”, cepat-cepat ia buang pikiran anehnya itu, dan segera membalas komennya,
“Na’am akhi, salam ukhuwah ‘aidhan”
Jam 14.00 bel berbunyi, tandanya jam belajar hari itu di sekolah telah habis. Sepanjang jalan menuju kosnya, ia tak berhenti bertanya-tanya tentang siapa ikhwan FB tadi pagi. Sesampainya di kos, Izza melihat orang baru.
“Assalamu’alaikum”,sapa Izza sambil merekahkan senyum manisnya.
“Wa’alaikumussalam, Izza baru pulang ?”, Tanya sang ibu kos yang berjilbab putih.
“Iya bu. Izza langsung ke kamar ya”
“Sebentar Za, ini ada yang mau kos disini, kenalan dulu”
“Raihanah”, gadis berjilbab biru tua itu menyodorkan tangannya dengan senyum yang merona.
“Zahratullael, panggil aja Izza” jawabnya ramah.
“Kak Izza, panggil aku Anah”
“Ooowh, dek Anah. Kalau ada perlu apa-apa panggil aku aja ya !”
“Iya kak, kenalin ini ibu aku”, sambil menunjuk kearah wanita paruh baya disebelahnya.
“Assalamu’alaikum bu, saya Izza”
“Wa’alaikumussalam, saya ibunya Anah. Dek Izza, titip Anah ya”
“Insya Allah, bu. Kita saling jaga disini”
“Oia, Za. Anah ibu tempatin sekamar sama kamu, gimana ?”, sahut ibu kos.
“Iya bu, gak apa-apa. Alhamdulillah jadi punya teman di kamar gak sendirian”
Tak lama, ibu Anah pun meninggalkan koskosan baru anaknya itu, suasana atara Izza dan Anah pun kian mencair. Izza mengajak Anah melihat kamar barunya. Mereka bercerita panjang lebar, Anah menceritakan penyebab pindahnya ia ke kos-kosan barunya itu.
“Jadi gini kak, semua salah aku. Aku kasih alamat kos-kosanku ke teman laki-laki di FB, akhirnya dia jadi suka main kesana tanpa izin aku sebelumnya. Karena seringnya, ibu kos merasa terganggu, aku jadi jadi dikasih peringatan deh. Yaudah, daripada aku harus berurusan lagi sama laki-laki itu, aku lebih pilih pindah kos aja”
Seketika Izza terdiam, teringat ikhwan teman barunya di FB.
“Yaudah, buat pelajaran aja ya. Besok-besok jangan kasih alamat kosnya lagi, soalnya nanti juga tahu alamat aku”, goda Izza.
“Hehehehe. . .”
“Kak, laper nih. Makan yuk ! tadi aku bawa makanan dari rumah”
“Silahkan dek, aku puasa”
“Astaghfirullaah, maaf kak. Aku gak tahu. Yaudah deh, dimakan nanti aja, disimpan sampai maghrib”
“Gak usah dek, kalo adek laper makan aja. Nanti malah kelaperan lho, baru satu hari kos disini udah jadi busung lapar, hehehe”
“Yee, gak donk kak. Pokoknya buat nanti sama kakak aja”
Suasana mereka pun semakin hangat. Sambil menunggu waktu maghrib, Izza online dengan handphone kesayangannya. Dilihatnnya bertambah jumlah kotak masuk, dan dibuka. Hatinya bingung setelah tahu bahwa pesan itu dari ikhwan yang tadi pagi meng-addnya.
“Assalamu’alaikum. . .
Ukhti, afwan kalau datangnya inbox ini mengganggu ukhti Zahratullael Nur’aini.
Semoga ukhuwah kita bisa sampai ke surga-Nya”
Hatinya penuh tanda tanya dan bergumam, “Yaa Allah, tunjukkan siapa ikhwan ini”. Dia enggan membalas pesan itu, hingga tak lama kemudian didapatinya lagi inboxnya bertambah. Lagi-lagi dari pemilik akun Muhammad Al Habsyi.
“Demi Allah, yaa ukhti. Tak ada maksud buruk dari hati ini. Semoga ukhti termasuk golongan orang yang selalu berhusnudzan”
Tak sampai hati, Izza pun berpikir dua kali. Dengan perasaan campur aduk, ia memikirkan kata-kata untuk balasan pesannya.
“Wa’alaikumussalam warahmah wabarakah yaa akhi,, syukran telah berhusnudzan terhadap ana. Semoga manfaat dunia akhirat yaa akhi, aamiin”
**Tak lama, kumanang adzan pun terdengar.

Saat sujudnya di 1/3 malam, air matanya setia menemani.
“Yaa Rabb, istiqamahkan hamba. . .
Jauhkan hamba ari syaithan-syaithan penggoda iman. . .
Kuatkan hamba dalam memeluk diin-Mu. . .
Yaa Allah, jadikan hamba ini, hamba-Mu yang selalu berhusnudzan. . .
Jikalau memang ikhwan itu pilihan-Mu untuk hamba, indahkan kami, halalkan kami di waktu yang Engkau tuliskan. . .
Tapi jika bukan dia pilihan-Mu, jauhkan kami Yaa Rabb. . .
Jangan biarkan syaithan menertawkan kebodohan kami, aamiin. . .
Mendengar isak tangis Izza, Anah terbangun. Sambil mengikat rambutnya, Anah memperhatikan Izza dengan penasaran. Izza tersadar bahwa Anah sedang memperhatikannya. Sambil mengusap air matanya, Izza tersenyum melihhat Anah yang sedang serius memperhatikannya.
“Kakak gak tidur ?”
“Udah dek, adek bangun sini, ayo shalat tahajjud”
“Ngantuk kak, nanti deh kalau udah gak ngantuk”
“Yee, itu mah keburu dzuhur tau, hehe. . .”
“Ngantuk”, sambil kembali merapatkan selimutnya.
Izza pun melanjutkan kisah mesra bersama Rabbnya.
Ketika sarapan di meja makan kos-kosannya, Anah sedang asyk dengan facebooknya.
“Kak, nama akun FB nya apa ?”
“Search aja Zahratullael Nur’aini, dek. Di add ya !”
“oke boss”
Tiba-tiba Izza teringat dengan ikhwan misterius itu. Langsung diambilnya handphone untuk online. Tapi ternyata jam di HPnya menunjukkan pukul 06.55.
“Astaghfirullaah, udah jam segini”
“Kenapa kak ?”
“Udah jam segini dek, takut telat”
“Yaa Allah kak, baru jam segini, lagian kan sekolahnya juga dekat”
“Iya sih, tapi takut aja. Kaka duluan yah”
“Bareng aja kak, kan aku bawa motor, berangkatnya juga lewat sekolah kakak”
“Oowh gitu, okelah”
Sampai di sekolah ternyata belum seluruh siswa hadir.
“Assalamu’alaikum. Huufft, alhamdulillaah gak telat”. Sapa Izza kepada teman sebangkunya, Fitri.
“Wa’alaikumussalam. Aku juga baru datang kok Za, kamu tuh yang biasanya kepagian”
“Hehehe, di kosku ada adaorang baru, Fit, jadi tadi ngobrol-ngobrol dulu, keasyikan deh”
“Oowh, gitu. Za, kamu tahu gak, ada kejadian kemarin”
“Kalau kejadian aku tewas seketika, aku tahu, Fit. Tapi selain itu aku gak tahu. Hehe”
“Yee, Izza. Beneran tauu !”
“Emang kejadian apa sih, Fit ??”
“Itu lho, kamu tahu kan, ikhwan penjaga warnet As-Salam yang kayak teroris itu ?”
“Hust, ngawur kamu. Itu ikhwan tauu ! emangnya setiap orang yang berjenggot, keningnya hitam, celananya congklang, udah pasti itu teroris ?? istighfar lho Fit !”
“Astaghfirullaah hal ‘adziim. Afwan Za. Abis, gayanya aneh gitu siih”
“Bukan aneh, tapi Islam punya gaya. Justru menurut aku, ikhwan yang seperti itulah yang pantas disebut ikhwan yang kaffah. Mereka tampak cool dengan stylenya. Cahaya mereka terpancar dari kening hitamnya, bekas sujud kepada Kekasih Kekalnya. Jenggotnya menawan sebagai bukti kecintaan terhadap sunnah Rasulnya. Celana congklang mereka menjauhi isbal. Subhanallaah, yang paling penting mereka punya agama yang kuat, iman, kelembutan, dan kasih saying mereka terhadap sesame. Itulah karisma mereka”
“Na’am ukhti, hhmm… kalau udah ngomongin soal syariat, diin, emang anti deh jagonya”
“aamiin, hehehe. Oia Fit, mau cerita apa tadi, jadi kemana-kemana deh”
**Tiba-tiba bel masuk pun berbunyi.
“Nanti istirahat, aku ceritain deh Za”
**Ketika bel istirahat.
Izza dan Fitri biasa menghabiskan waktu istirahat mereka di kantin sekolah kalau sedang tidak ada kepentingan lainnya.
“Za, kamu pasti suka menggodok kejadian ini”
“Apa sih Fit, bikin penasaran deh”
“Langsung ya Za,, jadi gini. Semalam habis shalat Isya, aku ke warnet , ngirim tugas email. Gak lama kemudian datang satu laki-laki dan satu perempuan berjilbab masuk bilik berdua. Aku emang udah curiga sih, masa pintunya langsung ditutup. Gak lama, ikhwan pnjaga warnetnya tu pura-pura lewat-lewat gitu Za. Terus tiba-tiba ikhwannya itu ngedobrak biliknya, Demi Allah aku ngelihat jelas mereka lagi ngapain. Mereka gandengan gitu Za, si laki-laki malah ngerangkul perempuan. Langsung aja ikhwan warnetnya marah-marah gini Za, “Hey, ini warnet BUKAN tempat mesum. Eh mbak, kalau mau mesum, lepas itu jilbab! Demi Allah saya gak terima kalau jilbab sebagai legalitas kaum muslimah malah jadi kedok kebejatan anda! Sekarang keluar. Saya gak mau tempat ini jadi gak berkah Cuma gara-gara kalian”. Si laki-lakinya Cuma diam gitu Za, perempuannya juga langsung pucat. Aku ngelihat jelas banget, soalnya pas seberang bilik aku . terus ikhwannya lanjut gini lagi Za, “Silahkan mas, mbak, panggil temannya kalau gak terima perbuatan saya ini. Demi Allah saya hanya ingin menegakkan Diin Allah. Silahkan keluar!”. Aku langsung merinding gitu Za, pengen banget rasanya bilang, “udah mas, istighfar”, tapi gak sampai hati”. Cerita Fitri dengan penuh ekspresi.
“Subhanallaah, tsumma subhanallaah”, ucap Izza sambil menggelengkan kepala, tercengang.
“Kenapa Za ?”
“Coba deh Fit, jarang kan, ada ikhwan kayak dia, yang mikirin izzah saudaranya. Kebanyakan Cuma mikirin izzahnya sendiri. Subhanallaah, Fit”
“Hhmm, aku tuh pengen bahas tentang akhwat karbitannya itu lho Za, berjilbab kok tingkahnya kayak gitu”
“Iya Fit, na’udzubillaah. Keterlaluan banget ya. Itu sih gak pantas di bilang akhwat, Fit! Tapi bener deh, yang subhanallaah itu ikhwanny. Kalau aku ada disitu, belum tentu seberani dia, bahkan mungkin hanya bisa berhusnudzan yang sama sekali salah. Oia Fit, kamu udah ngirim tugas emailnya ?”
“Hhmm, jangan-jangan-jangan-jangan nih, hehehe. Aku udah Za, semalam. Makanya tahu kejadian itu”
“Huuhh, Fitri rese ih. Jahat pula, ke warnet gak ajak-ajak”
“Afwan yaa jamilah, hehe”
Sore harinya di beranda kos, Izza, Anah dan ibu kos sedang berbincang-bincang.
“Oia Anah, bisa tolong temenin aku ke warnet gak ?”
“Jam berapa, kak? Warnet mana? Jauh gak? Mau ngapain? Sama siapa aja? Hehehe”
“Yaa Allah, pertanyaan kayak kereta gitu dek. Udah, pokoknya nurut aku yah! Insya Allah gak ada mudharatnya kok, hehe”
“Iya gih, Anah biar tahu daerah sini juga”, sahut ibu kos yang super ramah itu.
“Hehe, oke deh. Aku siap-siap dulu ya kak”
“Iya, jamilah. Cepatt”
Anah pun bergegas mandi.
“Mau ke warnet mana Za ?”
“Warnet depan jalan situ bu, pertigaan”
“Oowh, As-Salam. Penjaganya ikhwan lho, religious. Dia aktifis lho, Za. Katanya sih sekarang lagi semester 6 di IKOPIN. Cocok kalo sama kamu, Za. Panggilannya Ali”
“Yee, ibu bisa aja. Saya ke warnet juga Cuma kalau ada tugas”, jawab Izza dengan wajah memerah.
“Bener deh, Za. Ibu dukung kalau kamu mau ta’aruf sama dia”
“Udah ah, bu. Malu nih, hehehe”
“Iiihh, Izza wajahnya merah tuh. Kenapa yaa ?”
“Iiihh, ibu rese ih”. Obrolan mereka begitu hangat.
Kemudian datanglah Anah dengan kaos lorek orange cokelat, rok polos cokelat dan jilbab orangenya.
“Let’s go, kak”
“Ayo, cantik”, sambil berdiri dari beranda dan tak lupa berpamitan dengan ibu kos dan cium tangan. Izza tampak manis sekali dengan kaos biru mudanya yang bertuliskan “KARENA SAYA GENERASI MUSLIM”, rok hitam motif bunga dan jilbab hitamnya yang lebar semakin menambah kesan cantik pada dirinya.
Tiba di warnet, Izza dan Anah memasuki bilik yang berbeda. Izza langsung membuka email Yahoonya dan new tab Facebook. Setelah selesai tugas emailnya, ia memfokuskan diri pada profil Muhammad Al Habsyi. Tak ada suatu keganjalan yang ia temukan. Setelah selesai waktu penggunaan, Izza dan Anah pun bergegas pulang.
“Bilik 2 dan 3 berapa, kak ?”, Tanya Izza pada penjaga warnet berpeci coklat,seperti peci yang di kenakan mujahid Taliban.
“Masing-masing satu setengah jam, jadi Rp. 8000”, jawabnya sambil merunduk tanpa menatap Izza dan Anah.
**Diperjalanan pulang menuju kos.
“Kak, lihat gak. Penjaga warnetnya kok gak sopan gitu ya ?”
“Gak sopan gimana dek ?”
“Ya itu kak, gak ngelihatin kita. Kalau mata kita cuma satu pun dia gak tahu, hehe”
“Hussh, sembarangan kamu dek. Itu bukannya gak sopan, tapi ghadhal bashar! Menjaga pandangan terhadap yang bukan mukhrim”
“Oowh gitu. Tapi ngomong-ngomong, ikhwannya tampan banget ya kak, kayak jelmaan nabi Yusuf. Hehehe”
“Yee, kamu dek. Gak ghadhal bashar ya!”
“Hehehe, beneran lho kak. Besok sering-sering ke warnet ya kak”
“Huhh, kamu dek. Asal gak kasih alamat kos-kosan aja”
“Hehehe”, tawa mereka menghiasi sepanjang jalan.
Hari demi hari dilalui Izza dengan bayang-bayang ikhwan misterius itu. Setiap 1/3 malam pun ia selalu meneteskan air mata khusus untuk sang ikhwan. Tak ada yang tahu sebelumnya tentang perasaan Izza, hingga suatu hari ia tak kuasa membendung rasa penasarannya itu. Ia ceritakan semua kepada Anah. Anah yang telah menganggap Izza seperti kakak kandungnya sendiri juga ikut penasaran siapa ikhwan itu sebenarnya, karena di wall FBnya hanya tertulis status bertema akhwat. Anah pun menjadi teman FB ikhwan misterius itu, dan mencoba menggali informasi tentang kebenaran siapa ikhwan itu. Tak jarang ikhwan itu menanyakan kabar Anah, mengirimkan inbox tauhid dan ilmu-ilmu Islam. Hingga pada hari ulang tahun Anah, Habsyi, biasa Anah menyapanya, mengirimkan do’a kepada Anah lewat pesan dinding.
“Barakallaahu lika yaa ukhti,, gapai nikmat iman dan Islam di sisa usia kita ini, semoga istiqamah di jalan-Nya,, jadikan umur yang kian berkurang ini manfaat bagi orang-orang sekeliling kita”
Tak sengaja, Izza membuka dinding FB Anah, betapa kagetnya Izza melihat pesan dinding dari Mihammad Al Habsyi. Ia tak habis pikir, ikhwan yang dipikirnya mengharapkan dirinya itu ternyata juga menebar harapan pada orang yang telah dianggap adik kandungnya sendiri. Dengan nada bercanda, Izza menanyakan pada Anah.
“Dek, dapat kado special dari orang special gak niiih ?”
“Iya kak. Ini dikirimin brownies dari ibu, dimakan yuk kak”
“Hhmm, ennaakk. Mau mau… tapi selain itu ada ikhwan yang special gak, yang ngedo’ain adek ? hayyoo jujur”
“Yee, kakak. Ada sih, ikhwan, tapi biasa, gak special”
“Siapa dek ?”
“Banyak kak, ukhuwah di FB. Akhi Habsyi juga ngedo’ain lho kak, dia baik juga”
“Oowh, alhamdulillaah. Semoga jadi berkah sendiri”
“aamiin”
Izza menahan perasaan anehnya itu sambil beristighfar dalam hati. Untuk kesekian kalinya, Izza menerima inbox dari sang ikhwan. Dan untuk kesekian kalinya juga Izza membalas inboxnya.
“Assalamu’alaikum, ukhti. Apa kabarnya iman anti hari ini ?”
“Wa’alaikumussalam, Insya Allah masih dalam ridha-Nya. Akhi, berjuta Tanya bersemayam di benakku, tentang siapa antum sebenarnya? Duhai akhifillaah, bolehkah ana tahu tentang siapa antum?”
“Duhai ukhtifillaah, percayakah anti akan kebesaran-Nya. Demi Allah hanya Dia Yang Maha Berkuasa, jikalau memang Dia menuliskan pertemuan kita di kitab-Nya, tak ada yang dapat berkutik dari takdir-Nya. Ukhti, tahukah anti kalau kita pernah bertemu, walau tak sempat ku menatap mata anti, karena takut mengganggu izzah anti, karena takut tak bisa tidur malam itu, karena takut tak dapat berkonsentrasi keesokannya. Ukhti, siapkah anti jika suatu saat kita ditakdirkan untuk halal? Afwan kalau ana lancang seperti ini”
Perasaan Izza semakin tak menentu, ia bingung teramat bingung akan sikap ikhwan itu.
“Wallaahu a’lam akhi,, ana juga masih harus study, belum ada pikiran yang terbersit untuk mencari yang halal buatku. Afwan akhi, ana Cuma bisa pasrah sama Allah”
“Na’am ukhti, afwan. Sugguh, walau ana keluh untuk mengungkapkan perasaan ini. Namun jangan salahkan penantian ini”
“Kalau memang antum pilih ana, tunggu sampai ana datang dan siap mengantarkan antum ke surga-Nya yang kekal. Tapi kini belum saatnya ana memblas cinta antum,, kalau memang takdir-Nya. Nantikan ana di batas waktu”
Obrolan singkat mereka lewat inbox pun tampak serius. Hingga beberapa minggu berlalu, Izza mendapat kejutan luar biasa dari sekolahnya. Ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah di Al Azhar, Kairo, Mesir. Izza memang terkenal sebagai sosok muslimah yang pintar dan bersahaja di sekolahnya. Ia pernah menjadi juara I se-Jawa Barat lomba Cerdas Cermat Agama dan juara III se-pulau Jawa lomba Murathal Qur’an . Perasaannya campur aduk, bingung, senang, terharu, semua jadi satu di hati kecilnya. Beasiswa itu seperti mimpi yang dia sendiri pun tak mampu untuk membawanya dalam tidurnya. Hamdallah tak henti hentinya diucapkan kehadirat-Nya.
Keesokannya, Izza membuka facebook, lagi-lagi didapatinya inbox dari sang ikhwan.
“Assalamu’alaikum, ukhti. Jikalau ukhti berkenan, ana ingin menghalalkan ukhti”
Izza panas dingin, air matanya tak kuasa dibendungnya. Kamarnya menjadi saksi bisu kebingungannya. Kebetulan Anah sedang pulang, Izza sendiri di kamar. Izza teramat bingung harus bagaimana. Abiinya telah berpulang saat ia berusia 10 tahun. Umminya menyusul sang abii saat Izza duduk di bangku MTs kelas 2. Hidup Izza dibiayai oleh kedua kakaknya yang hidup merantau di Jakarta. Seorang kakak laki-laki Izza bekerja di pondok pesantren ternama di Jakarta. Dan yang perempuan, mengabdi bersama suaminya yang seorang pimpinan suatu tarbiyah Islam di Jakarta. Malam harinya, ia isi dengan shalat istikharah. Ia meminta kepada Sang Khalik agar menunjukkan apakah ke Kairo atau menikah ?? belum ada jawaban dari-Nya di munajat yang pertama, mungkin Dia ingin menjadikan Izza sebagai hamba-Nya yang sabar.
Hingga suatu saat senggangnya, Izza membalas inbox sang ikhwan.
“Wa’alaikumussalam,, afwan, ana harus tahu siapa antum sebelumnya, sebelum memantapkan hati”
“Ana, Ali. Penjaga warnet As-Salam. Ukhti, afwan jidan. Ana gak bermaksud menyembunyikan identitas. Ana Cuma gak mau mengganggu izzah wal iffah anti. Demi Allah ana takut itu”
Darahnya serasa berhenti mengalir. Izza tak dapat berkata-kata, sesekali ia tersenyum. Dalam senyumnya ia beristighfar. Ternyata ia adalah ikhwan dambaannya. Ikhwan yang tak hanya menjaga izzahnya, tetapi juga izzah saudaranya. Ikhwan yang berkening hitam bercahaya, berjenggot menawan, bercelana congklang rapi, subhanallaah…
Sebelum menjawab inbox Ali, Izza membuka wall FB Ali. Betapa kagetnya Izza, melihat begitu banyaknya akhwat yang berkomentar di statusnya. Ali juga sering mengirimkan pesan tauhid untuk akhwat. Itu cukup mematahkan usaha syaithan-syaithan penggoda iman. Komentar-komentar FB yang seakan ada ikatan.
Tak lelah Izza kembali melaksanakan shalat istikharahnya. Kembali meminta petunjuk pada-Nya.
“Yaa Rabb, hamba berserah hanya pada-Mu…
Tunjukkan jalan mana yang harus hamba lalui agar senantiasa mendapat ridha-Mu, Yaa Rabbii…”
Isak tangis Izza leluasa karena sendirian di kamar. Setelah ia panjatkan segala hajat yang mengganjalnya, ia tidur untuk bersiap menerima jawaban-Nya.
Maha Besar Allah dengan segala caranya, Dia memberikan mimpi pada hamba-Nya yang senantiasa memanjatkan hajat pada-Nya. Dalam mimpinya, Izza bertemu dengan almarhum abiinya. Mereka bertemu di sebuah taman yang luar biasa wangi, luas an asri.
“Assalamu’alaikum, anakku”
“Wa’alaikumussalam, abii. . .” Dalam mimpi Izza menghampiri abiinya dan memeluknya.
“Janganlah resah, anakku. Allah punya jalan untuk hamba-Nya yang selalu tunduk pada syariat-Nya”
“Iya bii, Izza bingung. Apa abii punya jawaban untuk Izza ?”
“Izza, abii percaya kamu pasti kuat. Izza emang udah dewasa, tapi apa Izza udah benar-benar siap berumah tangga ?”
“Izza siap, bii. Jadi istri yang selalu menemani jihad sang suami, jadi ibu yang selalu mengajarkan syariat kepada anak-anak kami kelak”
“Tapi apa Izza mau buang kesempatan sekolah di Kairo itu ?”
“Enggak semudah itu, bii. Itu mimpi Izza yang gak pernah Izza buka sebelumnya, sekarang waktunya Izza bangun dan mewujudkan mimpi itu”
“Abii percaya, jodoh udah diatur Allah. Izza gak usah takut, kalau Allah udah menuliskan namanya di kolom jodoh di lauhul mahfudz, Izza gak perlu ragu, Allah selalu menepati janji-Nya”
“Iya bii, tapi. . . .”
“Udah, Za. Waktu abii udah habis. Izza hati-hati di negeri orang ya. Abii percaya Izza kuat. Hamazzah, anakku. Assalamu’alaikum”
“Tunggu bii, Izza kangen abii. . . “ sambil berusaha menggenggam tangan sang abii.
Tiba-tiba Izza terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah.
“Wa’alaikumussalam”, jawabnya lirih.
Izza lega, hati kecilnya sudah tenang. Jawaban-Nya melalui sang abii lewat mimpinya semalam cukup meyakinkannya akan jalan yang harus ditempuhnya.
Keesokan harinya sepulang sekolah setelah shalat dzuhur, Izza lantas online dengan HPnya. Lagi-lagi ada inbox dari sang ikhwan.
“Ukhti, sungguh perih rasanya mencintai dalam diam. Mungkin ana salah telah jujur akan perasaan ana. Demi Allah ana tak ingin syaithan pun tahu isi hati ana yang sedang terserang virus merah jambu ini, karena ana takut mereka mengubah rasa indah itu menjadi rasa benci. Biarlah hanya Rabbku yang tahu tenteng warna hatiku saat ini. Tapi sekarang ana telah mengatakan warna hati ana pada ukhti, itu semata-mata hanya ingin menjalin yang lebih khair, yang lebih halal, jikalau ukhti berkenan. Tapi jika tidak, ana ikhlas. Berhusnudzan akan takdir-Nya”
Dengan bacaan basmallah lirih, dia beranikan diri untuk membalas inbox itu.
“Yaa akhi, ana hargai niat baik antum, tapi ada hal yang mungkin amat berarti bagi ana, keluarga ana dan madrasati. Yaa, ke Kairo. Itu hal yang gak pernah ana bayangkan sebelumnya. Kini, itu ada di depan mata. Beasiswa ke Al Azhar dari sekolah, gak mungkin ana lepas gitu aja. Ana harap antum ngerti. Kalau Allah telah menggariskan kita, Demi Allah kita pasti bersatu suatu saat nanti. Tapi kalaupun tidak, kita harus ikhlas”
“Subhanallaah, yaa ukhti. Ana mengerti. Semoga amanah yaa, selamat menjalankan tugas!”
“Iya akhi, jazzakalloh. Tapi kalaupun kita tidak ditakdirkan, Insya Allah ukhuwah kita diridhai-Nya”
“AAMIIN”
Beberapa bulan berselang setelah pengumuman kelulusan, tibalah waktu yang akan menjadi sejarah di hidup Izza. Keberangkatannya mengundang isak tangis bahagia semua orang yang mengenal Izza. Kakak Izza yang ikhwan pun rela mengambil cuti beberapa hari dari pesantren tempatnya bekerja untuk khusus mengantar sang adik sampai ke negeri pyramid. Tak lupa Izza mengucap salam perpisahan dengan Anah dan ibu kos, air matapun tak kuasa dibendung.
“kak, jaga diri baik-baik ya”, ucap Anah sambil terisak.
“Iya, jamilah. Kamu juga ya. Sunnah Senin Kamisnya, tahajjud. Semua yang kakak ajarin ke kamu, jangan di buang gitu aja mentang-mentang kakak gak ada. Oke sayang”
Dengan linangan iar mata, Izza memeluk Anah.
Saat perjalanan menuju bandara, Izza sempatkan membuka FBnya.
“Subhanallaah, betapa perhatiannya teman-temanku”, ucapnya dalam hati setelah melihat berpuluh-puluh pesan yang diterimanya. Ada satu nama akun yang dicarinya. Yaa, Muhammad Al Habsyi, alias Ali. Tetapi hanya pesan lama, tidak ada pesan baru bertemakan Kairo darinya. Kecewa benaknya, namun ia sadar kalau itu hanya buaian syaithan. “kenapa harus kecewa?”, pikirnya.
Dalam benaknya, ia berkata,
“Izza, kamu harus ikhlas, ini jalan Allah. Hidup itu gak hanya untuk mendengarkan kemauan perasaan. Apalagi perasaan yang belum halal hukumnya. Ayo Za, buka hidup yang baru. Kairo, I’m coming”
Hari demi hari dilalui Izza dengan teman baru, bahasa baru, makanan baru. Hingga busana barunya pun semakin akrab ditubuhnya, Izza sekarang bercadar. Semakin tak tampak kulit mulusnya, hanya sinar yang terpancar dari mata indahnya yang dapat menjadi identitas dirinya. Hafalan Al Qur’annya pun semakin mantap, sekarang Izza sudah hafal sampai juz 28 beserta tafsirannya. 4 tahun Izza tinggal di negeri orang, tanpa seorang sanak keluarga, rasa rindu kepada almarhum kedua orangtuanya pun kian membuncah. Ia juga rindu kedua kakaknya. Apalagi kakak ikhwannya baru saja menikah setengah tahun belakangan dengan anak seorang syekh pimpinan ponpres tempatnya mengabdi. Tapi ia tidak dapat menyaksikan moment penting kakaknya itu, karena saat itu sedang berlangsung ujian akhir.
4 tahun berlangsung, selama itu pula ia mencoba mengubur dalam-dalam sosok seorang Ali. Tak dapat dipungkiri, Ali lah ikhwan pertama yang menebar virus merah muda ke hati Izza. Tetapi Izza yang sekarang bukan Izza yang dulu lagi, Izza yang sekarang memiliki hijab setebal dan sekokoh baja. Karena ia juga berharap agar mendapatkan ikhwan yang berhijab super pula.
Saat liburan menunggu hasil ujian akhir, keinginannya untuk berjumpa dengan keluarga dan ukhuwahnya tak dapat dibendung. Pulanglah Izza, membawa sejuta cerita. Sesampainya di bandara, ia disambut hangat oleh kedua kakak kandung dan iparnya. Betapa terkejutnya mereka melihat penampilan Izza yang serba terjaga. Mereka semua terbalut dalam suasana suka cita.
Beberapa hari kemudian, Izza sempatkan diri berkunjung ke tempat kos-kosannya dulu bersama kakak iparnya, istri dari kakaknya. Tak ayal, ibu kos pun sempat tak mengenalinya karena hanya matanya yang terlihat. Tetapi setelah diceritakan, ia pun paham dan langsung memeluk Izza. Season lepas rindu pun usai, mereka berganti topik.
“Oia bu, si Anah sekarang dimana ? gimana kabarnya yaa ?”
Spontan ibu kos kaget mendengar pertanyaan itu,
“Hhmm, gimana ya Za, ibu jelasinnya. Bingung ibu juga, mau certain dari mana dulu”
“Maksudnya gimana bu ?”
“Gini Za, panjang ceritanya. Kamu masih inget kan ibunya Anah ?”
“Tolong bu, diceritain, Izza khawatir. Iya, Izza ingat ibunya Anah, kenapa bu ?”
“Begini Za, dulu itu ibunya Anah koma 3 hari di rumah sakit. Dokter udah bilang kalo gak ada harapan. Terus tiba-tiba ibunya pengen lihat Anah nikah sebelum dia dipanggil. Kasihan Anah, Za. Dia jadi disalah-salahin sama saudara-saudaranya. Jadi ya, mau gimana lagi, waktu Anah gak banyak untuk pilih-pilih ikhwan. Akhirnya dia ceritain semua ke Ali, kamu inget kan, penjaga warnet As-Salam itu, terus Anah to the point minta dinikahin. Ali subhanallaah banget, dia mau nikahin Anah besoknya, Za. Terus setelah mereka ijab, ibunya dipanggil Allah”
Hati Izza seperti diiris-iris oleh pisau yang diasah beratus-ratus kali. Pikirannya kosong, tatapannya seperti orang terhipnotis, matanya berkaca-kaca. Entah sedang apa bibir merahnya dibalik cadarnya itu.
“Izza, kamu kenapa ?”, Tanya sang kakak khawatir.
“Izza, istighfar, Za”, ucap ibu kos sambil memegang tangan Izza.
Air mata pun tak kuasa di bendung. Izza menangis dihadapan ibu kos dan kakak iparnya. Izza teringat kata-kata manis Ali dulu. Sekarang seperti boomerang dikepalanya. Tapi segera ia menghapus air matanya.
“Terus, sekarang mereka tinggal dimana, bu ?”, Tanya Izza dengan nada terisak.
“Mereka tinggal di rumah peninggalan orangtua Anah, kalau kamu mau kesana, ibu tahu tempatnya”
“Ayo kesana, bu”
Sepajang perjalanan di dalam Taruna sang kakak, Izza menanyakan semua yang berbelit dihatinya.
“Sekarang mereka udah punya anak, bu ?”
“Belum, Za. Anah lagi hamil”
“Alhamdulillaah”, ucap Izza setengah sadar.
Sesampainya di rumah Anah, tak perlu ketuk pintu, karena rumahnya disulap menjadi warnet, Ali selalu stand by disitu. Setiap orang yang melintas, diketahuinya.
“Assalamu’alaikum”, salam 3 orang berjilbab itu kompak.
“Wa’alaikumussalam, subhanallah bu, masih berkenan mampir nih, alhamdulillaah”, Ali memulainya dengan basa basi.
Datanglah sesosok wanita dengan perut yang agak buncit dan jilbab lebarnya.
“Wa’alaikumussalam. . Yaa Allah, ibu. Ada apa repot-repot kesini ?”, sapa Anah yang sepertinya hampir lupa dengan Izza.
“Ini. . . ??”, sambungnya lagi.
“Lupa ya bu ?”, goda Izza.
“Astaghfirullaah, kak Izza !!”
Seketika beranda rumahnya pun menjadi tempat reuni. Mendengar nama Izza, Ali sedikit kaget. Dan setelah itu menganggapnya hanya angin yang mampir. Anah pun menceritakan kejadian yang sama persis diceritakan ibu kos tadi. Ali seakan lupa akan kata-kata yang pernah diucapkannya dulu. Izza sama sekali tak menolehkan wajah kearah Ali. Hingga pada akhir obrolan, Izza pamit kepada empunya rumah.
Izza tak habis pikir, kejadian yang seperti dongeng. Tapi ya itulah hidup, Allah mengaturnya begitu sempurna.
Beberapa minggu kemudian, Izza kembali lagi ke Kairo untuk menerima hasil ujian akhirnya, yang setelah itu resmilah ia sebagai lulusan Al Azhar Kairo. Hasilnya sangat memuaskan. Itu adalah minggu-minggu terakhirnya di Kairo. Karena setelah selesai semua urusan-urusan pendidikanny di negeri Piramid itu, ia memutuskan untuk kembali ke tanah air dan berkumpul dengan sanak keluarganya.
Sepulangnya Izza di Indonesia, ia dikagetkan dengan berita pulangnya Anah ke hadapan-Nya. Telah tiada wanita cantik yang ia anggap seperti adik kandungnya sendiri. Anah meninggal saat melahirkan anak kembarnya. Izza pun menyempatkan diri berziarah ke makam adiknya yang dulu menemaninya dalam kamar kos-kosan.
Izza juga menengok bayi yang baru keluar dari rahim wanita kesayangannya itu. Dua bayi laki-laki kembar yang belum diberi nama. Cukup serius perbincangan antara Izza dan Ali walau tanpa tatap muka dan ditemani oleh kakak kakak Izza. Akhirnya dengan persetujuan Ali, Izza memberi nama kedua bayi kembar itu Hasan Al Ghifari dan Husain Al Lathif.
Setelah 1 tahun kepergian Anah, Izza selalu dibayangi mimpi-mimpi aneh, bertemunya ia dengan Anah di sebuah taman yang Indah. Anah bersama Ali dan kedua jagoannya, dan Izza hanya duduk seorang diri. Melihat Izza hanya sendiri, Anah pun mengajak Izza untuk bermain bersama kelurga kecilnya. Tapi tiba-tiba Anah hilang entah kemana. Hanya ada suara merdu yang berkata “Kak Izza, aku titip mereka”. Anehnya mimpi itu tidak hanya 1x, tetapi berkali-kali. Izza pun menceritakan mimpi itu kepada kakak kakaknya.
“Cuma mimpi kan, Za”, jawab kakak laki-laki Izza.
“Tapi bisa jadi itu cara Allah, Za. Mungkin kamu emang udah waktunya berumah tangga”, sahut istrinya.
“Bener, aku setuju”, sahut kakak ipar, suami kakak perempuan Izza.
“Wallaahu a’lam, kak”, jawab Izza lembut.
“Tapi kalau misalnya memang benar kamu harus menggatikan Anah dikeluarganya, apa kamu siap, Za ?”, lanjut kakak ipar.
“siap, kak”, jawab Izza mantap.
“Bagaimanapun, almarhumah udah ku anggap kayak adikku sendiri, susah senang kita bersama. Ali, aku tahu dia ikhwan yang begitu menjaga izzahnya”, tambahnya.

Beberapa minggu kemudian, Ali datang bersama kedua jagoannya ke rumah keluarga Izza dengan sepeda motor barunya. Ali langsung ambil sikap siap, dan bicara tegas.
“Begini, kak. Maksud saya kesini untuk meminta Izza menggantikan posisi almarhumah. Jikalau keluarga ukhti Izza berkenan”
“subhanallaah”jawab mereka, serempak.
“Baru aja beberapa hari yang lalu kita ngebahas soal ini, ternyata memang indahnya jalan Allah”, sahut kakak laki-laki sambil menepuk punggung Ali akrab.
“Demi Allah, kalau kita percaya akan kuasa-Nya, semuanya akan baik-baik aja” ucap Iza dalam hati.


Beberapa minggu setelah pertemuan itu, ijab sah pun dilaksanakan. Setelah itu mereka sekeluarga berkunjung ke makam Anah dan memanjatkan do’a. Tak ada pesta mewah dalam pernikahan mereka.
Beberapa bulan usia pernikahan mereka, Izza diterima mengajar di Universitas Islam di Jawa Barat. Kedua jagoannya pun selalu dalam dekapnya. Ali juga memulai profesi barunya sebagai tenaga pengajar di ponpes milik kakak Izza. Mereka selalu menebarkan benih Islam kepada Hasan dan Husain. Subhanallaah !!
Indahnya jika memiliki hati yang selalu ikhlas dan berserah pada Sang Azza WaZalla…

Sabtu, 30 Juli 2011

PEMBAGIAN HATI (hati yang sakit)

Hati Yang Sakit

Tipe hati yang ketiga adalah hati yang hidup tetapi cacat. Ia memiliki dua materi yang saling tarik-menarik. Ketika ia memenangkan per-tarungan itu maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keiman-an, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghan-curkan dan membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya.
Hati yang pertama selalu tawadhu', lemah lembut dan sadar, hati yang kedua adalah kering dan mati, sedang hati yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran.
Allah menjelaskan ketiga jenis hati itu dalam firman-Nya

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai sesuatu ke-inginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keingin-an itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agarDia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur'an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." (Al-Hajj: 52-54).

Dalam ayat ini Allah membagi hati menjadi tiga macam: Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati), sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya.
Yang demikian itu karena hati dan anggota tubuh lainnya diharapkan agar selamat dan tidak ada penyakit di dalamnya, dan melaksanakan tujuan dari penciptaannya. Adapun penyimpangannya dari jalan lurus mungkin karena ia kering dan keras serta tidak melaksanakan apa yang semestinya diinginkan daripadanya. Seperti tangan yang putus, hidung yang bindeng, dzakar yang impoten dan mata yang tak bisa melihat sesuatu. Atau karena terdapat penyakit dan kerusakan yang mengha-langinya melakukan pekerjaan secara sempurna dan berada dalam ke-benaran. Oleh sebab itu, hati terbagi menjadi tiga macam:

Pertama: Hati yang sehat dan selamat, yaitu hati yang selalu mene-rima, mencintai dan mendahulukan kebenaran. Pengetahuannya tentang kebenaran benar-benar sempurna, juga selalu taat dan menerima se-penuhnya.

Kedua: Hati yang keras, yaitu hati yang tidak menerima dan taat pada kebenaran.

Ketiga: Hati yang sakit, jika penyakitnya sedang kambuh maka hati-nya menjadi keras dan mati, dan jika ia mengalahkan penyakit hatinya maka hatinya menjadi sehat dan selamat.

Apa yang diperdengarkan oleh syetan dari kata-kata dan yang dibisik-kannya dari berbagai keragu-raguan dan syubhat adalah merupakan fitnah terhadap dua hati tersebut. Adapun hati yang hidup dan sehat maka dia tetap tegar. Ia selalu menolak berbagai ajakan syetan itu. Ia membenci dan mengutuknya. Ia mengetahui bahwa kebenaran adalah yang sebaliknya. Ia tunduk pada kebenaran, merasa tenang dengannya dan mengikutinya. la mengetahui kebatilan apa yang dibisikkan syetan. Karena itu iman dan kecintaannya pada kebenaran semakin bertambah, sebaliknya ia semakin mengingkari dan membenci kebatilan. Hati yang terfitnah dengan bisikan-bisikan syetan akan terus berada dalam ke-raguan, sedang hati yang selamat dan sehat tak pernah terpengaruh dengan apa pun yang dibisikkan syetan.

Hudzaifah bin Al-Yamani Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda
"Fitnah-fitnah itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang di-anyam), sebatang-sebatang. Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan hati siapa yang meng-ingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya, sehingga men-jadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan bumi." (Diriwayatkan Muslim).

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menyamakan hati yang sedikit demi sedikit terkena fitnah dengan anyaman-anyaman tikar, yakni ke-kuatan yang merajutnya sedikit demi sedikit. Beliau membagi hati dalam menyikapi fitnah menjadi dua macam: Pertama, hati yang bila dihadapkan dengan fitnah serta merta mencintainya, seperti bunga karang menyerap air, sehingga timbullah noktah hitam di dalamnya. Demikianlah, ia terus menyerap setiap fitnah yang dihadapkan pada-nya, sampai hatinya menjadi hitam legam dan terbalik. Inilah makna sabda beliau "cangkir yang terbalik". Jika hati telah hitam legam dan terbalik maka ia akan dihadapkan pada dua bencana dan penyakit yang membahayakannya serta melemparkannya pada kebinasaan. Pertama, ia memandang sesuatu yang baik sama dengan sesuatu yang buruk. Ia menjadi tidak tahu mana yang baik, tidak pula mengingkari kemungkaran. Bahkan mungkin karena sangat kronisnya penyakit ini, sehingga ia mempercayai bahwa yang baik itulah yang mungkar dan yang mung-kar. itulah yang baik, yang haq adalah batil dan yang batil adalah haq. Kedua, ia menjadikan hawa nafsu sebagai pedoman apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ia senantiasa tunduk dan mengikuti hawa nafsunya.

Kedua, hati putih yang memancarkan cahaya iman, di dalamnya terdapat pelita yang menerangi. Jika fitnah dihadapkan padanya ia mengingkari dan menolaknya, sehingga hatinya pun menjadi semakin bercahaya, memancarkan sinar dan semakin kokoh.
Fitnah-fitnah yang menimpa hati itulah penyebab timbulnya penya-kit hati. Di antara fitnah-fitnah itu adalah fitnah syahwat dan syubhat, fitnah kesalahan dan kesesatan, fitnah maksiat dan bid'ah, fitnah keza-liman dan fitnah kebodohan. Fitnah-fitnah yang pertama mengakibatkan rusaknya tujuan dan keinginan, sedang fitnah-fitnah kedua mengakibat-kan rusaknya ilmu dan i'tiqad (kepercayaan).
Para sahabat Radhiyallahu Anhum membagi hati menjadi empat macam. Demikian seperti disebutkan dalam riwayat yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman, "Hati itu ada empat macam: Pertama, hati murni yang di dalamnya ada pelita yang menyala, itulah hati orang Mukmin. Kedua, hati yang tertutup, itulah hati orang kafir. Ketiga, hati yang terbalik, itulah hati orang munafik, ia mengetahui (kebenaran) tetapi mengingkarinya, ia melihat tetapi membuta. Dan terakhir hati yang terdiri dari dua materi: Iman dan kemunafikan, mana yang menang dalam pergulatan itulah yang menguasai."*}
Adapun yang dimaksud dengan hati murni yaitu hati yang bebas dari selain Allah dan Rasul-Nya. Ia bebas dan selamat dari selain kebe-naran. Di dalamnya ada pelita yang menyala. Itulah pelita iman. Disebut murni karena ia selamat dari berbagai syubhat batil dan syahwat sesat, juga karena di dalamnya ia memperoleh pelita yang menyinarinya de-ngan cahaya ilmu dan iman. Hati orang kafir disebut sebagai hati yang tertutup karena hati itu ada di dalam sampul dan penutup, sehingga ti-dak ada cahaya ilmu dan iman yang sampai padanya, sebagaimana firman Allah mengisahkan tentang orang-orang Yahudi,
"Mereka berkata, 'Hati kami tertutup'." (Al-Baqarah: 88).
Penutup itu Allah letakkan di atas hati mereka sebagai siksaan kare-na penolakan mereka terhadap kebenaran dan kecongkakan mereka sehingga tak mau menerima kebenaran. Ia adalah hati yang mati, pende-ngaran yang tuli, penglihatan yang buta. Dan semua itu adalah dinding yang menutupinya dari penglihatan.

"Dan bila kamu membaca Al-Qur'an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka agar mereka tidak dapat memahaminya." (Al-Isra': 45-46).

Bila disebutkan pengesaan tauhid dan pengesaan mutaba'ah (ke-taatan) maka orang-orang yang memiliki hati ini akan segera lari men-jauhinya.

Hati orang munafik disebut sebagai hati yang terbalik, sebagaimana firman Allah
"Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalik-kan mereka kepada kekafiran disebabkan oleh usaha mereka sendiri." (An-Nisa': 88).

Maksudnya Allah membalikkan dan mengembalikan mereka pada kebatilan yang dahulu mereka berada di dalamnya, disebabkan oleh usaha dan perbuatan mereka yang salah. Inilah sejahat-jahat dan sebu-ruk-buruk hati. la mempercayai bahwa yang batil adalah benar dan se-tia kepada para pengikut kebatilan. Sebaliknya, ia mempercayai bahwa yang haq itulah yang batil dan memusuhi orang-orang yang meng-ikuti kebenaran. Wallahul musta'an (hanya kepada Allah kita memohon perto-longan).
Hati yang di dalamnya terdapat dua materi adalah hati yang imannya belum mantap dan pelitanya belum menyala. Ia belum memurnikan dirinya untuk kebenaran yang karenanya Allah mengutus para rasul. Ia adalah hati yang berisi materi kebenaran dan hal yang sebaliknya. Terkadang ia lebih dekat dengan kekafiran daripada dengan keimanan. Dan pada kali lain, ia bisa lebih dekat dengan keimanan daripada dengan kekafiran. Karena itu, ia akan dikuasai oleh yang memenangkan pergu-latan antara keduanya.

PEMBAGIAN HATI (hati yang mati)

Hati Yang Mati

Tipe hati yang kedua yaitu hati yang mati, yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun dengan begitu ia akan dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak mempedulikan semuanya, asalkan mendapat bagian dan keinginannya, Tuhannya rela atau murka. Ia menghamba kepada selain Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencintai maka ia mencin-tai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya. Jika ia memberi maka ia memberi karena hawa nafsunya. Jika ia menolak maka ia menolak karena hawa nafsunya. Ia lebih meng-utamakan dan mencintai hawa nafsunya daripada keridhaan Tuhannya. Hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat adalah komandannya, ke-bodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya. Ia terbuai dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, mabuk oleh hawa nafsu dan kesenangan dini. Ia dipanggil kepada Allah dan ke kampung akhirat dari tempat kejauhan. Ia tidak mempedulikan orang yang memberi nasihat, sebaliknya mengikuti setiap langkah dan keinginan syetan. Dunia terkadang membuatnya benci dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta selain dari kebatilan. Keberadaannya di dunia sama seperti gambaran yang di katakan kepada Laila, "Ia musuh bagi orang yang pulang dan kedamaian bagi para penghuninya. Siapa yang dekat dengan Laila tentu ia akan mencintai dan mendekati."
Maka membaur dengan orang yang memiliki hati semacam ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun dan menemaninya adalah kehancuran.

PEMBAGIAN HATI (hati yang sehat)

Hati Yang Sehat

Karena ada hati yang disifati hidup dan sebaliknya maka keadaan hati dapat dikelompokkan menjadi tiga macam. Pertama, hati yang sehat yaitu hati yang bersih yang seorang pun tak akan bisa selamat pada Hari Kiamat kecuali jika dia datang kepada Allah dengannya, sebagai-mana firman Allah

"(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara': 88-89).

Disebut qalbun salim (hati yang bersih, sehat) karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hatinya, sebagaimana kata Al-Alim, Al-Qadir (Yang Maha Mengetahui, Mahakuasa). Di samping, ia juga merupakan lawan dari sakit dan aib.

Orang-orang berbeda pendapat tentang makna qalbun salim. Sedang yang merangkum berbagai pendapat itu ialah yang mengatakan qalbun salim yaitu hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya. Ia selamat dari melaku-kan penghambaan kepada selain-Nya, selamat dari pemutusan hukum oleh selain Rasul-Nya, bersih dalam mencintai Allah dan dalam ber-hukum kepada Rasul-Nya, bersih dalam ketakutan dan berpengharap-an pada-Nya, dalam bertawakal kepada-Nya, dalam kembali kepadaNya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan mencari ridha-Nya di segala keadaan dan dalam menjauhi dari kemung-karan karena apa pun. Dan inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata.
Jadi, qalbun salim adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan apa pun. la hanya mengikhlaskan pengham-baan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam kehendak, cinta, tawa-kal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja'(pengha-rapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata. Jika ia men-cintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka ia mem-benci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah. Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah. Dan ini tidak cukup kecuali ia harus selamat dari ketundukan serta berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia harus mengikat hatinya kuat-kuat dengan beliau untuk mengikuti dan tunduk dengannya semata, tidak kepada ucapan atau perbuatan siapa pun juga; baik itu ucapan hati, yang berupa kepercayaan; ucapan lisan, yaitu berita tentang apa yang ada di dalam hati; perbuatan hati, yaitu keinginan, cinta dan keben-cian serta hal lain yang berkaitan dengannya; perbuatan anggota badan, sehingga dialah yang menjadi hakim bagi dirinya dalam segala hal, dalam masalah besar maupun yang sepele. Dia adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga tidak mendahu-luinya, baik dalam kepercayaan, ucapan maupun perbuatan, sebagaima-na firman Allah

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya."
(Al-Hujurat: 1).

Artinya, janganlah engkau berkata sebelum ia mengatakannya, ja-nganlah berbuat sebelum dia memerintahkannya. Sebagian orang salaf berkata, "Tidaklah suatu perbuatan -betapa pun kecilnya- kecuali akan dihadapkan pada dua pertanyaan: Kenapa dan bagaimana?" Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana kamu melakukannya? Soal pertama menanyakan tentang sebab perbuatan, motivasi atau yang mendorongnya; apakah ia bertujuan jangka pendek untuk kepentingan pelakunya, bertujuan duniawi semata untuk mendapatkan pujian orang atau takut celaan mereka, agar dicintai atau tidak dibenci ataukah moti-vasi perbuatan tersebut untuk melakukan hak ubudiyah (penghambaan), mencari kecintaan dan kedekatan kepada Tuhan Subhanahu wa Ta'ala dan mendapatkan wasilah (kedekatan) dengan-Nya.Inti pertanyaan yang pertama adalah apakah kamu melaksanakan perbuatan itu untuk Tuhanmu atau engkau melaksanakannya untuk ke-pentingan dan hawa nafsumu sendiri? Sedang pertanyaan yang kedua merupakan pertanyaan tentang mu taba'ah (mengikuti) Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallant dalam soal ibadah tersebut. Dengan kata lain, apakah perbuatan itu termasuk yang disyariatkan kepadamu melalui lisan Rasul-Ku atau ia merupakan amalan yang tidak Aku syariatkan dan tidak Aku ridhai? Yang pertama merupakan pertanyaan tentang keikhlasan dan yang kedua pertanyaan tentang mutaba'ah kepada Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, karena sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan pun kecuali dengan syarat keduanya.
Jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan dan jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan kedua yaitu dengan merealisasikan mutaba'ah, selamatnya hati dari keinginan yang menentang ikhlas dan hawa nafsu yang menen-tang mutaba'ah. Inilah hakikat keselamatan hati yang menjamin kesela-matan dan kebahagiaan.

Kamis, 12 Mei 2011

4 PINTU MASUK MAKSIAT PADA MANUSIA bag IV ( Al Khuthuwat )


Al Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan)

Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah ( yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan, pent.) yang dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah. Tergelincirnya seorang hamba dari perbuatan

salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan sejajar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :

“Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata kata ( yang mengandung ) keselamatan.” (QS. Al Furqon, 63).

Di sisi lain, Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqomah dalam ucapan dan langkah langkah mereka, sebagaimana Allah juga mensejajarkan antara pandangan dan lintasan pikiran, dalam firmanNya :

“Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati”.

( QS. Ghofir, 19).

Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akandiharamkannya zina, dan kewajiban menjaga kemaluan.Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:

“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka ialah lidah dan kemaluan.” ( HR. Ahmad dan At Turmudzi, dan dianggap shaheh oleh Al Albani dalam silsilah hadits shaheh )

Dalam shaheh Bukhori dan Muslim diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Tidak dihalalkan darah seorang muslim kecuali sebab tiga hal : orang yang sudah kawin yang melakukan zina, membunuh jiwa dengan sebab membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya serta meninggalkan jamaah.”

Dalam hadits ini ada pensejajaran antara zina dengan kufur dan membunuh jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al Furqon, juga seperti yang ada dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Penyebutan sejajar antara zina, Kufur Dan Membunuh Jiwa Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menyebut hal yang paling banyak terjadi secara berurutan. perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah (keluar dari agama Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan. Sebab, bila seorang wanita telah melakuka zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan orang banyak. Bila dia sampai hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakankerusakan lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan simpang siurnya hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya hancur. Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak pelanggaran terhadap laranganlarangan (pelecehan terhadap kehormatan), penyia-nyiaan hak orang dan penganiayan yang ada di balik perbuatan zina. Diantara dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina dapat mendatangkan kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya suram serta mendatangkan kebencian orang. Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah gelisah dan takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada bahaya –setelah bahaya perbuatan membunuhyang lebih besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk menghukum pelaku zina ini Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar bahwa isterinya dibunuh orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa isterinya berzina. Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Sekiranya aku melihat seorang pria berzina dengan isteriku, tentu aku akan memenggallehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.” Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, lalu beliau bersabda:

“Apakah kalian heran pada kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu dari dia, dan Alah lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa agungnya kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang lahir maupun yang batin.” (muttafaq alaih).

Dalam shahih Al-bukhari dan shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam.

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang mu’min itu juga cemburu. Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba malakukan apa yang diharamkan kepadanya.”. ( HR. Bukhori dan muslim )

Dalam hadis Al-Bukhari dan musllim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam :

“Tak ada seorangpun yang lebih pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun yang batin. Tak ada satupun yang lebih senang mengajukan alasan dari Allah, oleh karena itu Dia mengutus para Rasul untuk memberikan kabar gembira dan peringatan. Tak ada satupun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji diriNya sendiri.”

( HR. Bukhori dan Muslim )

Juga dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan khutbah Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam di saat shalat gerhana matahari, beliau bersabda :

“Hai ummat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika ada sorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai ummat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, tentu kalian aka sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata : “Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan?”

( HR.Bukhori dan Muslim).

Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara khusus setelah shalat gerhana matahari mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan; dan semaraknya fenomena zina ini merupakan rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam As-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia berkata : aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang akan menceritakannya pada kalian setelah aku.Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Di antara tanda-tanda kiamat bila ilmu (syar’i) menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di manamana), pria jumlahnya sedikit dan kaum wannita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya satu orang pria.”( HR. Bukhori dan Muslim )

Salah satu sunnatullah yang diberlakukan pada makhluknya, yaitu ketika zina mulai tampak di mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaannya sangat keras, maka secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk azab dan musibah yang diturunkan. Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk dihancurkan.”

Seorang pendeta bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang perempuan, lalu dia berkata : “Sebentar, wahai anakku!” kemudian sang ayah itu pingsan di atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara isterinya jatuh dan dikatakan kepadanya : “Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu itu tidak mengandung kebaikan selamanya.”

Jumat, 06 Mei 2011

4 PINTU MASUK MAKSIAT PADA MANUSIA bag III (Al Lafazhat)

Al Lafazhat ( ungkapan kata kata )

Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata kata atau ucapan dari lidahnya, yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal ya diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia nyiakannya.

Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.

Yahya bin Mu’adz berkata :

hati itu bagaikan panik yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya, artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan

lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.

Dalam hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallambersabda :

“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqomah(lebih dahulu) dan hati dia tidak akan istiqomah sehingga lidahnya beristiqomah ( lebih dahulu ).”

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab “Mulut dan kemaluan”. ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits ini hasan shoheh )

Sahabat Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam sorga dan

menjauhkannya dari api neraka ?, lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amali tersebut, setelah itu

beliau bersabda :

“Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu ?’, dia berkata : ya, ya Rasulallah, lalu Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memegang lidah beliau sendiri kemudian bersabda : “ jagalah olehmu yang satu ini”, maka Mu’adz berkata : adakah kita disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan ?, beliau menjawaba : “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka ( ke Neraka ) kecuali hasil ( ucapan ) lidah lidah mereka ?” ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits hasan shoheh )

Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai sampai orang

yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan kekhusyu’an ibadahnya, juga masih berbicara dengan kalimat kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tanpa dia sadari bahwa satu kata saja

dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya, namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan.

Kalau anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohehnya, dari Jundub bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Ada seorang laki laki yang mengatakan : ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu’, maka Allah berfirman : “Siapa orang yang bersumpah bahwa aku tidak akan mengampuni si Fulan ?, sungguh Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu.” Lihatlah, hamba yang satu ini, dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus. Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu juga dikisahkan cerita seperti ini, kemudian Abu Hurairah berkomentar : ‘Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya’. Dalam shahih Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam neraka Jahannam.” Dalam riwayat Muslim : “ sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam neraka ( yang jaraknya ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”

Dan dalam riwayat Al Turmudzi, dari hadits Bilal bin Al Harits Al Muzani Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda :

“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka ( pahalanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridloanNya sampai hari dia berjumpa denganNya kelak. Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka ( dosanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai dia berjumpa denganNya kelak.”

Alqomah mengatakan : “betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan disebabkan oleh hadits Bilal bin Al Harits ini.” Dalam kitab Jami’ At Turmudzi, dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : ada seorang sahabat yang meninggal, lalu ada seorang laki laki berkata : ‘berilah kabar gembira dengan sorga’, maka Nabi bersabda :

“Dari mana kamu tahu?, barangkali dia pernah mengucapkan ( kalimat ) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan ) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan.” (Al Turmudzi berkata : “hadits ini hasan” ).

Dalam lafadz hadits yang lain disebutkan :

“Ada seorang anak yang meninggal syahid diperang Uhud, lalu ditemukan diperutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar, kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya, sambil mengatakan : “berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan sorga”, maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “ Dari mana kamu tahu ?, barangkali dia pernah mengucapkan kata kata yang tidak berguna baginya, dan menahan apa yang tidak memberikan mudlarat baginya.” Dalam shaheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”

Dan dalam lafadz hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bila ia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah ia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”

At Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shaheh dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, bahwa beliau bersabda :

“Termasuk ( salah satu tanda ) kebaikan Islam seseorang yaitu ( bila ) dia meninggalkan apa apa yang tidak berguna baginya.”

Dari Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi, dia berkata :

“Aku berkata : ‘Ya Rasulallah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorangpun setelah engkau’, Nabi menjawab : “Katakanlah : aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah engkau”, aku bertanya : ‘Ya Rasulallah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku ?’, kemudian Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan :“ini” ( maksudnya lidah, pent. ). ( HR. Turmudzi, dan ia bekata : hadits ini shaheh )

Dan Ummu Habibah isteri Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam beliau bersabda :

“Semua ucapan anak Adam ( manusia ) itu akan merugikan dia, tidak akan menguntungkan dia, kecuali ucapan untuk amar ma’ruf ( memerintahkan yang baik ), atau nahi mungkar (mencegah perbuatan mungkar ), atau dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” ( At Tirmidzi berkomentar : hadits ini derajatnya hasan )

Dalam hadits yang lain disebutkan

“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata : takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu, bila kamu istiqomah kami akan istiqomah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng.”

Sebagian ulama salaf ada yang menyalahkan dirinya sendiri,hanya sekedar mengucapkan :

“hari ini panas dan hari ini dingin”, dan sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab : “aku tertahan oleh satu ucapan yang telah aku katakan, aku pernah mengatakan : “oh, betapa butuhnya orang orang ini kepada hujan”, tiba tiba ada yang berkata kepadaku “dari mana kamu tahu itu ?, Akulah yang lebih tahu tentang kemaslahatan hambaKu.” Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya : tolong ambilkan kain untuk kita gunakan bermain main, lalu dia berkata : ‘Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata kata kecuali aku pasti bisa mengendalikan dan mengekangnya, kecuali kata kata yang tadi aku katakan, ia keluar dari lidahku tanpa kendali

dan tanpa kekang.” Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah : apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat , ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja ?, di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama. Sebagian ulama salaf mengatakan : “semua perkataan anak Adam itu akan merugikan dirinya dan tidak akan menguntungkannya, kecuali ucapan yang diambil dari kalam Allah dan ucapan yang digunakan untuk membelaNya.

Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah memegang lidahnya dan berkata :

“inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah”, ucapan itu adalah tawanan anda, bila ia sudah keluar dari mulut anda berarti andalah yang menjadi tawanannya. Allah selalu memonitor lidah setiap kali berbicara.

“Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”

Bahaya lidah :

Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.Orang yang diam terhadap kebenaran adalahsyetan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya.

Begitu pula orang yang berbicara tentang kebatilan adalah syetan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini. Adapun orang orang yang ada di tengah tengah yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata kata yang

akan membahayakan mereka di akhirat nanti. Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal hal yang berhubungan denganNya.