Kamis, 12 Mei 2011

4 PINTU MASUK MAKSIAT PADA MANUSIA bag IV ( Al Khuthuwat )


Al Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan)

Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah ( yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan, pent.) yang dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah. Tergelincirnya seorang hamba dari perbuatan

salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan sejajar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :

“Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata kata ( yang mengandung ) keselamatan.” (QS. Al Furqon, 63).

Di sisi lain, Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqomah dalam ucapan dan langkah langkah mereka, sebagaimana Allah juga mensejajarkan antara pandangan dan lintasan pikiran, dalam firmanNya :

“Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati”.

( QS. Ghofir, 19).

Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akandiharamkannya zina, dan kewajiban menjaga kemaluan.Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:

“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka ialah lidah dan kemaluan.” ( HR. Ahmad dan At Turmudzi, dan dianggap shaheh oleh Al Albani dalam silsilah hadits shaheh )

Dalam shaheh Bukhori dan Muslim diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Tidak dihalalkan darah seorang muslim kecuali sebab tiga hal : orang yang sudah kawin yang melakukan zina, membunuh jiwa dengan sebab membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya serta meninggalkan jamaah.”

Dalam hadits ini ada pensejajaran antara zina dengan kufur dan membunuh jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al Furqon, juga seperti yang ada dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Penyebutan sejajar antara zina, Kufur Dan Membunuh Jiwa Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menyebut hal yang paling banyak terjadi secara berurutan. perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah (keluar dari agama Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan. Sebab, bila seorang wanita telah melakuka zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan orang banyak. Bila dia sampai hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakankerusakan lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan simpang siurnya hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya hancur. Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak pelanggaran terhadap laranganlarangan (pelecehan terhadap kehormatan), penyia-nyiaan hak orang dan penganiayan yang ada di balik perbuatan zina. Diantara dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina dapat mendatangkan kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya suram serta mendatangkan kebencian orang. Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah gelisah dan takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada bahaya –setelah bahaya perbuatan membunuhyang lebih besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk menghukum pelaku zina ini Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar bahwa isterinya dibunuh orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa isterinya berzina. Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Sekiranya aku melihat seorang pria berzina dengan isteriku, tentu aku akan memenggallehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.” Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, lalu beliau bersabda:

“Apakah kalian heran pada kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu dari dia, dan Alah lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa agungnya kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang lahir maupun yang batin.” (muttafaq alaih).

Dalam shahih Al-bukhari dan shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam.

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang mu’min itu juga cemburu. Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba malakukan apa yang diharamkan kepadanya.”. ( HR. Bukhori dan muslim )

Dalam hadis Al-Bukhari dan musllim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam :

“Tak ada seorangpun yang lebih pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun yang batin. Tak ada satupun yang lebih senang mengajukan alasan dari Allah, oleh karena itu Dia mengutus para Rasul untuk memberikan kabar gembira dan peringatan. Tak ada satupun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji diriNya sendiri.”

( HR. Bukhori dan Muslim )

Juga dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan khutbah Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam di saat shalat gerhana matahari, beliau bersabda :

“Hai ummat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika ada sorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai ummat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, tentu kalian aka sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata : “Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan?”

( HR.Bukhori dan Muslim).

Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara khusus setelah shalat gerhana matahari mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan; dan semaraknya fenomena zina ini merupakan rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam As-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia berkata : aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang akan menceritakannya pada kalian setelah aku.Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Di antara tanda-tanda kiamat bila ilmu (syar’i) menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di manamana), pria jumlahnya sedikit dan kaum wannita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya satu orang pria.”( HR. Bukhori dan Muslim )

Salah satu sunnatullah yang diberlakukan pada makhluknya, yaitu ketika zina mulai tampak di mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaannya sangat keras, maka secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk azab dan musibah yang diturunkan. Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk dihancurkan.”

Seorang pendeta bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang perempuan, lalu dia berkata : “Sebentar, wahai anakku!” kemudian sang ayah itu pingsan di atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara isterinya jatuh dan dikatakan kepadanya : “Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu itu tidak mengandung kebaikan selamanya.”

Jumat, 06 Mei 2011

4 PINTU MASUK MAKSIAT PADA MANUSIA bag III (Al Lafazhat)

Al Lafazhat ( ungkapan kata kata )

Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata kata atau ucapan dari lidahnya, yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal ya diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia nyiakannya.

Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.

Yahya bin Mu’adz berkata :

hati itu bagaikan panik yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya, artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan

lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.

Dalam hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallambersabda :

“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqomah(lebih dahulu) dan hati dia tidak akan istiqomah sehingga lidahnya beristiqomah ( lebih dahulu ).”

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab “Mulut dan kemaluan”. ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits ini hasan shoheh )

Sahabat Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam sorga dan

menjauhkannya dari api neraka ?, lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amali tersebut, setelah itu

beliau bersabda :

“Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu ?’, dia berkata : ya, ya Rasulallah, lalu Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memegang lidah beliau sendiri kemudian bersabda : “ jagalah olehmu yang satu ini”, maka Mu’adz berkata : adakah kita disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan ?, beliau menjawaba : “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka ( ke Neraka ) kecuali hasil ( ucapan ) lidah lidah mereka ?” ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits hasan shoheh )

Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai sampai orang

yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan kekhusyu’an ibadahnya, juga masih berbicara dengan kalimat kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tanpa dia sadari bahwa satu kata saja

dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya, namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan.

Kalau anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohehnya, dari Jundub bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Ada seorang laki laki yang mengatakan : ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu’, maka Allah berfirman : “Siapa orang yang bersumpah bahwa aku tidak akan mengampuni si Fulan ?, sungguh Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu.” Lihatlah, hamba yang satu ini, dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus. Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu juga dikisahkan cerita seperti ini, kemudian Abu Hurairah berkomentar : ‘Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya’. Dalam shahih Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam neraka Jahannam.” Dalam riwayat Muslim : “ sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam neraka ( yang jaraknya ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”

Dan dalam riwayat Al Turmudzi, dari hadits Bilal bin Al Harits Al Muzani Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda :

“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka ( pahalanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridloanNya sampai hari dia berjumpa denganNya kelak. Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka ( dosanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai dia berjumpa denganNya kelak.”

Alqomah mengatakan : “betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan disebabkan oleh hadits Bilal bin Al Harits ini.” Dalam kitab Jami’ At Turmudzi, dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : ada seorang sahabat yang meninggal, lalu ada seorang laki laki berkata : ‘berilah kabar gembira dengan sorga’, maka Nabi bersabda :

“Dari mana kamu tahu?, barangkali dia pernah mengucapkan ( kalimat ) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan ) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan.” (Al Turmudzi berkata : “hadits ini hasan” ).

Dalam lafadz hadits yang lain disebutkan :

“Ada seorang anak yang meninggal syahid diperang Uhud, lalu ditemukan diperutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar, kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya, sambil mengatakan : “berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan sorga”, maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “ Dari mana kamu tahu ?, barangkali dia pernah mengucapkan kata kata yang tidak berguna baginya, dan menahan apa yang tidak memberikan mudlarat baginya.” Dalam shaheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”

Dan dalam lafadz hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bila ia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah ia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”

At Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shaheh dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, bahwa beliau bersabda :

“Termasuk ( salah satu tanda ) kebaikan Islam seseorang yaitu ( bila ) dia meninggalkan apa apa yang tidak berguna baginya.”

Dari Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi, dia berkata :

“Aku berkata : ‘Ya Rasulallah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorangpun setelah engkau’, Nabi menjawab : “Katakanlah : aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah engkau”, aku bertanya : ‘Ya Rasulallah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku ?’, kemudian Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan :“ini” ( maksudnya lidah, pent. ). ( HR. Turmudzi, dan ia bekata : hadits ini shaheh )

Dan Ummu Habibah isteri Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam beliau bersabda :

“Semua ucapan anak Adam ( manusia ) itu akan merugikan dia, tidak akan menguntungkan dia, kecuali ucapan untuk amar ma’ruf ( memerintahkan yang baik ), atau nahi mungkar (mencegah perbuatan mungkar ), atau dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” ( At Tirmidzi berkomentar : hadits ini derajatnya hasan )

Dalam hadits yang lain disebutkan

“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata : takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu, bila kamu istiqomah kami akan istiqomah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng.”

Sebagian ulama salaf ada yang menyalahkan dirinya sendiri,hanya sekedar mengucapkan :

“hari ini panas dan hari ini dingin”, dan sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab : “aku tertahan oleh satu ucapan yang telah aku katakan, aku pernah mengatakan : “oh, betapa butuhnya orang orang ini kepada hujan”, tiba tiba ada yang berkata kepadaku “dari mana kamu tahu itu ?, Akulah yang lebih tahu tentang kemaslahatan hambaKu.” Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya : tolong ambilkan kain untuk kita gunakan bermain main, lalu dia berkata : ‘Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata kata kecuali aku pasti bisa mengendalikan dan mengekangnya, kecuali kata kata yang tadi aku katakan, ia keluar dari lidahku tanpa kendali

dan tanpa kekang.” Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah : apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat , ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja ?, di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama. Sebagian ulama salaf mengatakan : “semua perkataan anak Adam itu akan merugikan dirinya dan tidak akan menguntungkannya, kecuali ucapan yang diambil dari kalam Allah dan ucapan yang digunakan untuk membelaNya.

Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah memegang lidahnya dan berkata :

“inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah”, ucapan itu adalah tawanan anda, bila ia sudah keluar dari mulut anda berarti andalah yang menjadi tawanannya. Allah selalu memonitor lidah setiap kali berbicara.

“Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”

Bahaya lidah :

Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.Orang yang diam terhadap kebenaran adalahsyetan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya.

Begitu pula orang yang berbicara tentang kebatilan adalah syetan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini. Adapun orang orang yang ada di tengah tengah yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata kata yang

akan membahayakan mereka di akhirat nanti. Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal hal yang berhubungan denganNya.

Minggu, 01 Mei 2011

4 PINTU MASUK MAKSIAT PADA MANUSIA bag II (Al Khothorot)


Al Khothorot ( pikiran yang melintas dibenak )

Adapun “Al Khothorot” ( pikiran yang terlintas dibenak ) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan ( untuk melakukan sesuatu ) yang akhirnya berubah manjadi tekad yang bulat. Maka barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan hawa nafsunya. Dan orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya.
Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di benaknya, maka
tanpa dia inginkan ia akan terseret pada kebinasaan. Pikiran pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga ahirnya dia akan manjadi angan angan tanpa makna (palsu ).

“Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang orang yang dahaga, tetapi bila ia mendatanginya maka ia tidak mendapatkannya walau sedikitpun, dan didapatinya (ketetapan ) Allah di sisiNya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amalnya dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” ( QS. An Nur, 39 ).

Orang yang paling jelek cita citanya dan paling hina adalah orang yang merasa puas dengan
angan angan kosongnya. Dia pegang angan angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga
dengan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan angan itu adalah modal orang orang yang
pailit, dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang
kosong, yang bisa merasa puas dengan gambaran gambaran dalam hayalan, dan angan angan palsu.

Seperti dikatakan oleh seorang penyair :

Angan angan untuk mendapatkan su’da, dapat mengholangkan dahaga. Dengan angan angan itu
Su’da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.
Angan angan yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaan, dan
kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa waktu dengan angan angan itu.

Angan angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari sikap
ketidakmampuan sekaligus kamalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya
penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya mendapatkan realita yang diinginkannya – sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan kedalam hatinya ; dia akan mendekap dan memeluknya erat erat. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran gambaran palsu yang dihayalkan oleh pikirannya. Padahal itu semua sedikitpun tidak akan membawa manfaat, sama seperti orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman, namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.

Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya,
jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang, sebab kemuliaan jiwa seseorang,
kebersihan, kesucian dan ketinggiannya tidak lain adalah dengan cara membuang jauh jauh setiap pikiran pikiran yang jauh dari realita, dan dia tidak rela bila hal hal tersebut sampai melintas di benaknya, serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya. Kemudian “khothorot” atau ide, pikiran yang melintas di benak itu mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat :
1. pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan dunia / materi.
2. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian dunia/ materi.
3. Pikirang yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan akhirat.
4. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian akhirat.

Idealnya, seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran pikiran, ide ide dan keinginannya hanya
berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian itu ada padanya, maka selagi mungkin
dipadukan, hendaklah dia tidak mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata pikiran pikiran
yang datang itu banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih
penting, yang dihawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian mengahirkan
yang tidak terlalu penting dan tidak dihawatirkan kehilangan kesempatan untuk itu.
Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu :

Pertama : yang penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Kedua : yang tidak penting, namun dihawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.

Dua bagian terahir ini sama sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap
ragu ragu dan bingung untuk memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia hawatir akan
kehilangan kesempatan yang lain. Dan bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan
sesuatu yang penting. Begitulah kadang kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain. Di sinilah akal, nalar dan pengetahuan itu
berperan. Di sini akan diketahui siapa orang yang tinggi, siapa orang yang sukses, dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan
anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan
kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan
kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan anda tidak akan mendapatkan seorangpun yang selamat ( dan terlepas ) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya. Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan aturan syari’at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan
yang ada – walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil – kemudian kaidah
itu pula yang menyatakan bahwa kita memilih kemudlaratan yang lebih ringan untuk mencegah
terjadinya mudlarat yang lebih besar. Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan
dengan tujuan mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemadlaratan
akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudlaratan yang lebih besar.
Pikiran pikiran serta ide ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syariat atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal hal tersebut. Dan pikiran pikiran serta ide ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah orientasinya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kebahagiaandi alam akhirat nanti.

Kemudian pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah ini bermacam macam :

Pertama : memikirkan ayat ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami
maksud Allah dari ayat ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya ;
tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja.
Sebagian ulama salaf mengatakan : “Allah menurunkan Al Qur’an untuk diamalkan, maka
jadikanlah bacaan Al Qur’an itu sebagai amalan.

Kedua : memikirkan dan memperhatikan ayat ayat atau tanda tanda kebesaranNya yang dapat
dilihat langsung ; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama nama Allah, sifat sifat, hikmah,
kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk
merenungkan tanda tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya ; Allah menegur
dan mencela orang yang melalaikannya.

Ketiga : memikirkan ni’mat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada
seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.

Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya dari hati seorang hamba ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepadaNya. Dan bila
tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang
hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.

Keempat : memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini
akan memberikan manfa’at yang sangat besar, karena berperang dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala
keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan yang ada pada kerajaannyapun
didengar, dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa
kemaslahatanya.

Kelima : memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan
selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia siakan begitu saja, berarti dia telah menyia nyiakan seluruh kemaslahatan ( yang seharusnya dia dapatkan. Pent ) sebab,
seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia siakan ( dan waktu itu sudah lewat. Pent) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya. Al Imam Asy Syafi’i berkata :

“ aku pernahberteman dengan orang orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa apa dari merekakecuali dua kalimat saja :
Pertama :
“Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.”
Kedua :
“Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya dengan kebenaran, maka dialah yang akan
menyibukkanmu dengan kebathilan.”

Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi (sorga), sekaligus juga modal
untuk kehidupan yang sengsara dalam azab yang pedih ( neraka ). Waktu berlalu lebih cepat dari
perjalanan gumpalan awan. Maka, barang siapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah
dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak
dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya, walaupun dia
hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan
waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan angan kosong atau yang paling banyak
hanya digunakan untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini ‘mati’ itu lebih baik dari pada dia hidup.

Bila seorang hamba yang sedang melakukan shalat tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia fahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan bersama Allah.
Pikiran pikiran atau ide ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita katagorikan sebagai was was syaithoniyah (bisikan syetan), angan angan kosong atau
halusinasi bohong, persis seperti pikiran pikiran orang yang kurang waras akannya, baik karena
mabuk atau fly dan lain sebagainya. Dimana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan :

- Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri
(sekarang ini), maka sungguh aku telah menyianyiakan hari hariku.
- Angan angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku
menganggapnya hanya sebagai bunga rampai. Ketahuilah, sebenarnya pikiran pikiran yang
melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya.

Pikiran yang melintas itu laksana orang yang disuatu jalan, bila anda tidak memanggilnya dan
anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan anda. Namun bila anda memanggilnya, anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memasang dua macam nafsu pada diri menusia ; nafsu ammarah dan nafsu muthmainnah, yang kedua duanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain.Apa yang terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesutau yang lebih berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan mendahulukan keridhaaNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu.
Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut. Dalam hal ini, malaikat itu berada disamping kanan hati manusia, sementara syetan disamping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan ( oleh Allah ) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada syetan dan nafsu ammarah, sementara semua macam kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama
kesabaran. Maka barang siapa yang benar benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya, bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.

Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi sesorang yang berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan angan dan fatamorgana yang tidak ada realitanya ?, hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan tulisan itu ?, apabila ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran pikiran kotor, maka pikiran pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong, seperti yang diungkapkan oleh seorang
penyair :

“Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia
temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku.”

Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang orang tasawuf, mereka membangun kepribadian
mereka dengan cara menjaga pikiran pikiran yang melintas di dalam benak, mereka tidak
memberikan kesempatan pada pikiran pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga
hati itu dalam keadaan kosong dan dapat melakukan kasyaf (menyingkap rahasia) dan menerima hakikat hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.

Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal
yang lain, sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan lintasan pikiran sehingga menjadi
kosong, tidak ada apa apa di dalamnya, tiba tiba syetan mendapatkannya dalam keadaan kosong,
kemudian syetan menanamkan di dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai
sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, syetan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis
pikiran pikiran yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.
Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pikiran, maka syetan akan datang dengan
menemukan tempat yang kosong untuknya. Syetan akan berusaha untuk mengisinya dengan
hal hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila tidak berhasil mengisinya dengan
keingininan melepaskan diri dari keinginan keinginan – yang sebenarnya – tidak ada kebaikan
dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya dimasyarakat, lalu berusaha menyampaikannya pada orang orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, syetan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat di dalamnya. Syetan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenenaran, karena kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi dengan keinginan dan pikiran yang baik, serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridloanNya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya dimana saja dia berada. Wallahul musta’an ( dan Allah lah tempat mohon pertolongan ).

Lihatlah Umar bin Khothob Radhiyallahu ‘anhu, pikirannya penuh dengan keinginan dalam
mencari keridloan Allah, barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang
mempersiapkan tentaranya ( untuk jihad ), dengan demikian dia telah berhasil mengumpulkan
antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul dalam satu ibadah. Ini adalah salah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali mereka
yang mempunyai keinginan yang benar benar kuat, dan pandai mencari, luas ilmunya serta
tinggi cita citanya, dimana dia masuk dalam satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah
ibadah yang lain, itulah karunia Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.